APAKAH JIN BERPUASA?


“Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56)

Berdasarkan ayat di atas para ulama sepakat bahwa jin pun terkena mukallaf, yakni diberikan beban syariat dan bertanggung jawab atas setiap tindakannya di muka bumi ini. Mereka shalat, pergi haji dan berpuasa.
Karena itu, menurut Abu Azka Fathin Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M dalam “Bercinta dengan Jin”, tak heran jika mereka juga berlomba-lomba untuk beribadah dan ikut belajar beribadah pada manusia. Apabila ada jin yang ikut shalat dengan manusia, maka boleh jadi mereka itu adalah jin muslim yang memang benar-benar ingin belajar pada manusia.

Secara historis, awal mula jin masuk Islam berawal dari sebuah “investigasi langit.” Suatu kali para jin ingin mencuri informasi dari langit. Kemudian mereka terhalang oleh sesuatu hal yang tak mereka ketahui. Para jin itu dilempari dengan pancaran-pancaran api, sehingga memaksa mereka untuk kembali ke kaumnya.

Kaum jin tersebut kemudian bertanya pada mereka yang pulang kembali itu. Ada apa dengan kalian semua? Mengapa kalian kembali lagi sebelum memperoleh rahasia langit?” Para jin yang telah gagal menjalankan misinya itu menjawab, “Kami terhalang untuk memperoleh informasi langit. Bahkan, kami dilempari dengan pancaran api.” Kaum jin itu kemudian berkata: “Hal itu tidak mungkin terjadi begitu saja. Pastilah telah terjadi sesuatu yang sangat penting. Coba kalian mengelilingi seluruh penjuru bumi, mulai dari timur hingga barat!”

Maka serombongan jin pun berangkat untuk mencari sumber penyebab dari kejadian yang tengah menimpa mereka. Ketika mereka melintasi jalan di Tihamah, mereka mendengar lantunan ayat suci al-Qur’an dari Rasulullah Saw., yang pada saat itu tengah menunaikan shalat Subuh bersama para sahabatnya. Para jin itu pun berhenti dan mendengarkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca Rasulullah Saw.

Setelah selesai mendengarkan bacaan ayat suci al-Qur’an itu, mereka lalu berkata: “Inilah yang menyebabkan kita semua jadi terhalang untuk mendengarkan berita dari langit.” Kemudian para jin itu kembali ke kaumnya seraya menyampaikan apa yang baru saja mereka alami.

“Kami telah mendengarkan al-Qur’an yang amat mengagumkan. Ayat-ayat itu memberi petunjuk pada kebenaran. Sungguh, kami telah beriman kepada-Nya dan kami tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kita.”

Kisah di atas diambil dari riwayat Ibnu Abbas. Itu merupakan “tonggak sejarah” bagi bangsa jin. Sebab, setelah itu sebagian dari bangsa jin kemudian belajar agama Islam pada Rasulullah. Sejak itulah “klaim identitas” sebagai jin Muslim mulai muncul. Artinya, bangsa jin yang mengikuti syariat Nabi dengan cara shalat, bersedekah dan puasa, adalah mereka yang beragama Islam. Sedangkan yang tidak mau mengikutinya dianggap sebagai jin kafir. Padahal, sejak awal mereka mendapatkan taklif (beban syariat).

"Dan sesungguhnya di antara kami ada orang orang yang shalih dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda beda." (QS. Al-Jin: 11)

Dalam konteks berpuasa, bagaimana cara bangsa jin menjalankannya? Apakah puasa mereka berbeda dengan puasanya bangsa manusia ataukah sama?
Jika kita menengok kisah di atas nampak bahwa perjalanan spiritual bangsa Jin bermula dari Rasulullah. Artinya, mereka memeluk Islam setelah mendengarkan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an dari Rasulullah, bukan dari yang lain. Karena mereka belajar dari Rasulullah, tentu puasa mereka pun sama seperti puasanya Rasulullah. Artinya, ketika mereka berpuasa berarti saat mereka tidak makan, minum dan hubungan seks sejak fajar hingga terbenamnya matahari.

Kita sudah mafhum bahwa hidup bangsa jin layaknya manusia. Mereka makan, minum dan hubungan seks. “Bangsa jin itu juga makan seperti kita, hanya saja makanannya tidak sama dengan makanan kita dan adakalanya dia mencuri makanan kita sebagaimana setan mencuri makanan zakat dari Abu Hurairah yang diperintah oleh

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjaganya,” ujar Abu Dzaka dalam “forum.nu.or.id”.

Menurut Ustadz Budi Ashari yang dikutip dari “assunnah.or.id” bahwa sesungguhnya bangsa jin sama dengan manusia, yaitu sama-sama makhluk dan tugasnya sama yakni beribadah. Dan di antara mereka ada yang mau beribadah serta ada yang tidak, ada yang mempunyai aliran yang sesat dan ada yang tidak dan sebagainya. Jadi sama dengan manusia.”

Hanya saja, kita tidak tahu bagaimana cara mereka melakukannya. Namun, yang jelas, ketika mereka berpuasa, mereka menanggalkan semuanya itu seperti halnya bangsa manusia.

Petunjuk lain bahwa puasa bangsa jin juga sama dengan puasanya para manusia adalah kisah berikut ini yang kemudian kami qias-kan. Pernah diriwayatkan oleh Muhammad bin Al-Husain kepada Ibnu Dunya. Muhammad sendiri memperoleh sumber cerita dari Yazin Al-Ruqasyi. Sedang Al-Ruqasyi mendengarnya dari Shafwan bin Mahrazi Al-Mazini, sebagai orang yang mengalami secara langsung peristiwa tersebut. Saat kejadian, Shafwan tengah melaksanakan shalat tahajjud sendirian di rumahnya. Sebelum memulai shalat, Shafwan sudah merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarnya. Tidak seperti biasanya, malam itu ia merasakan kehadiran energi lain yang mengitari dirinya.

Berkali-kali ia mencoba untuk konsentrasi agar bisa melaksanakan shalat dengan khusyuk dan hati tenang. Tetapi, tetap saja ia merasa agak takut, tanpa sebab yang jelas. Bulu kuduknya pun ikut-ikutan merinding. Shafwan merasakan kalau ada makhluk gaib yang tengah mengawasinya. Kendati diliputi oleh perasaan gelisah, Shafwan tetap melaksanakan shalat tahajjud-nya malam itu. Ia berpikir, seandainya terus-menerus mengikuti rasa gelisahnya, bisa-bisa keburu datang waktu Shubuh, sehingga nantinya ia tak dapat melaksanakan shalat tahajjud.

Ketika Shafwan mulai membaca ayat-ayat al-Qur’an dalam rakaat pertama, tiba-tiba ia mendengar suara ribut-ribut di belakangnya. Suara itu terdengar bergemuruh dan sangat ramai seperti di pasar. Tentu saja Shafwan jadi sangat kaget. Tetapi, karena sedang shalat, keterkejutannya itu ia pendam saja. Pada rakaat kedua, kembali terjadi hal yang sama. Begitu seterusnya. Setiap kali Shafwan membaca ayat-ayat al-Qur’an, suara ribut-ribut di belakangnya selalu terdengar. Lama-lama, Shafwan jadi sangat ketakutan. Badannya gemetar dan suaranya pun ikut tersendat-sendat.

Mendengar suara bacaan shafwan yang mulai tidak mulus lagi, terdengarlah ada suara yang mengajak berbicara pada Shafwan, tanpa ada penampakan yang kasat mata. “Hai hamba Allah, janganlah engkau takut. Kami ini adalah saudara-saudaramu dari bangsa jin yang ingin ikut beribadah bersamamu,” demikian suara itu berkata kepada Shafwan.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, hati Shafwan jadi tenang kembali. Ia pun tetap melanjutkan shalatnya dan tak perduli lagi dengan suara ribut yang terdengar dari belakangnya.

Kisah ini menunjukkan betapa shalat yang dikerjakan manusia juga dikerjakan oleh jin. Para jin mengekor shalatnya manusia. Atas dasar inilah dapat diambil kesimpulan bahwa puasanya bangsa jin sama dengan puasanya para manusia. Satu singkat jawabannya, karena para jin belajar agama Islam pada Rasulullah. Jadi, ritual ibadah apapun yang dikerjakan oleh mereka pasti sama dengan yang dikerjakan Rasulullah.

Wallahu a’lam bil shawab!

Eep Khunaefi

src : http://bengkelhidayah.blogspot.com/2010/07/apakah-jin-berpuasa.html

Comments

Popular posts from this blog

Doa Haikal dan khasiatnya

THE MEANING OF SUCCESS AND FAILURE

Soal Jawab : Ghibah